Rabu, 15 Juli 2009

Nur Kasih Mulai Disidangkan


Terdakwa Mendapatkan Perlakuan Khusus
Blora- Nur Kasih, Kepala Desa Semampir Kecamatan Jepon, terdakwa kasus penggelapan beras untuk masyarakat miskin (raskin) Selasa (7/8) kemarin mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Blora.
Dalam persidangan yang dipimpin hakim Adi Sutrisno dan dua anggota I Dewa Gede S. serta Sri Wahyuni A itu, Jaksa Penuntun Umum (JPU), Suryadi dalam membacakan surat dakwaanya menjerat Nur Kasih dengan dakwaan alternatif.
Dakwaan primer, kades prempuan didakwa melanggar pasal 374 KUHP junto pasal 66 ayat (1) KUHP tentang tindak pidana penggelapan karena jabatan yang ada pada dirinya. Juga, perbuatan itu dilakukan berulang atau berlanjut. Ancaman hukumannya adalah lima tahun penjara. Sedangkan dakwaan subsider melanggar pasal 372 tentang penggelapan biasa. Ancaman hukumannya empat tahun penjara.
Uraian surat dakwaan JPU, menyatakan bahwa, mulai April 2008 hingga April 2009 terdakwa bersalah karena melakukan penggelapan raskin untuk warganya. Jatah raskin untuk 16 warga yang memiliki tanggungan angsuran di program nasional pengentasan kemiskinan (PNPM) tidak dibagikan. “Karena mereka tidak mengangsur tanggungan hutang PNPM, maka jatah raskin dijual untuk mengangsurnya,” kata Suryadi dalam membacakan surat dakwaan.
Raskin yang dijual, lanjutnya, mencapai 756 kg. Beras itu dijual terdakwa dalam tiga tahap yang diantaranya kepada kepada Sri Asmini dengan harga yang fariatif. Total uang yang diperoleh dari hasil penjualan itu lebih dari Rp 3,7 juta.
Setelah hakim menawarkan kepada penasihat hukum terkait eksepsi, tim penasehat hukum terdakwa, Sucipto dan Tatik Sudaryanti langsung menyampaikannya. Dalam eksepsi itu, tim penasehat hukum menyatakan dakwaan JPU tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap. Alasannya, dakwaan JPU tidak menguraikan peristiwa dengan jelas. Dimana, salah satunya adalah kebijakan penjualan raksin jatah 16 warga yang memiliki utang di PNPM itu bukanlah kebijakan kades, melainkan hasil rapat desa yang dihadiri perangkat, kasun, ketua RT/RW, dan tokoh masyarakat. “Itu bukan kebijakannya, tapi dia hanya menjalankan hasil rapat,” jelas Tatik Sudaryani dalam pembacaan eksepsi.
Dia menyangkal bahwa penjualan raskin itu merugikan warga. Sebab, menurutnya, penerima raskin itu tetap bisa mengambil manfaat berupa terbayarnya angsuran mereka di PNPM. Untuk itu, dia memohon majelis hakim untuk menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.
Usai mendengar pembacaan dakwaan JPU dan eksepsi PH terdakwa, majelis hakim menyatakan sidang ditunda Senin (6/7) mendatang, dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi PH.
Dapat Perlakuan Khusus
Setelah siding selesai, bukannya terdakwa Nurkasih langsung digiring ke ruang tahanan layaknya tahanan lain, tapi malah dibiarkan leluasa menyapa para koleganya yang hadir dalam sidang tersebut, termasuk ketua paguyuban kepala desa (Praja Mustika) Blora, Edi Sabar.
Dalam pengamatan diva, petugas keamanan dari Kejari Blora juga ikut bercengkerama dengan terdakwa. Dan juga terdakwa sempat makan siang di kantin belakang kompleks gedung PN Blora ditemani PH-nya, Tatik Sudaryanti. “Keamanan mestinya tidak membeda-bedakan tahanan.” Ungkap petugas PN yang keberatan disebut namanya.
Dalam persidangan tersebut, puluhan warga baik yang pro maupun kontra membanjiri PN Bloraa. Akibatnya, ruang sidang utama PN Blora tak mampu menampung pengunjung. “Mereka ada yang ingin melihat kadesnya duduk di kursi pesakitan dan ada juga yang ingin memberi dukungan.” Sebut salah satunya.(lik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar